Keterkaitan Budaya Terhadap Sejarah
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita tidak akan pernah lepas dengan Budaya. Kaitan Budaya dalam kehidupan sehari-hari kita sangat erat. Bagaimana cara kita bertuturkata, bagaimana cara kita bersosialisasi, dan bagaimana cara kita bekerja adalah dipengaruhi besar oleh Budaya. Seperti contoh, cara bertuturkata orang Sunda dengan orang Melayu akan sangat berbeda, bagaimana intonasi orang Sunda dan orang Melayu sangat jauh berbeda yang disebabkan oleh perbedaan budaya itu sendiri.
Makalah ini pun bukan akan membahas perihal perbandingan Sejarah dengan Budaya. Tapi, penulis dalam makalah ini mencoba membahas bagaimana Budaya sangat berpengaruh dalam unsur-unsur kesejarahan. Seperti Budaya menjadi salah satu kekuatan dalam Sejarah dan juga pengaruh Budaya dalam Penulisan Sejarah (Historiografi) (Kontowijoyo,2005:138,38).
Penulis pun dalam tulisan ini akan menjelaskan perihal apa yang akan penulis lakukan kelak jika telah selesai menempuh studi Ilmu Sejarah. Mungkin bagi sebagian orang mempelajari Sejarah itu membosankan apalagi Budaya, jika dibandingkan dengan Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Sastra. Dengan kurangnya minat akan Sejarah membuat sebagian atau bahkan kebanyakan orang bosan belajar Sejarah. Orang lebih memilih dan berminat pada Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Sastra dibandingkan Sejarah karna Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Sastra cenderung mengkaji hal-hal yang bersifat kontemporer sedangkan Sejarah adalah ilmu yang mengkaji masa lampau, seperti yang dijelaskan dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah yang ditulis oleh Prof. Kuntowijoyo. Demikian pula bahwa Sejarah itu bukan Sastra. Walaupun kebanyakan prodi Ilmu Sejarah sering terdapat dalam Faklutas Sastra di berbagai Universitas, contohnya Universitas Padjadjaran. Sejarah itu berada di pertengahan antara Ilmu Sosial dengan Ilmu Sastra seperti yang dijelaskan oleh Prof. Nina H. Lubis dalam salah satu pertemuan kuliah. Ada tiga macam perbedaan Sejarah dengan Sastra antara lain dalam cara kerja, dalam kebenarannya, dalam hasil dan dalam kesimpulan (Kuntowijoyo, 2005:11). Jelas mengapa Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Sastra lebih diminati dibandingkan dengan Sejarah.
Seorang Sejarawan selain berkutat dengan masa lalu juga berperan sebagai pengawal dari Warisan Budaya yang terdapat disekitarnya dan juga sebagai penafsir dari perkembangan manusia (Gottschalk, 2008:26). Kelak penulis setelah selesai belajar dalam prodi Ilmu Sejarah, penulis akan mendatangi satu persatu Desa-Desa yang ada di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke. Penulis ingin melihat peninggalan-peninggalan Sejarah yang tersisa dari tiap desanya dan menyaksikan langsung Budaya dari tiap Desa. Penulis ingin mendatangi tempat-tempat sejarah yang ada di tiap desa, seperti di Aceh tempat yang dulu pernah berdiri Kerajaan Islam pertama yaitu Kerajaan Samudra Pasai dan seperti di Yogyakarta, mengunjungi Kraton-Kraton yang pernah dijadikan Istana Kerajaan atau Kesultanan yang ada di Jawa.
Penulis ingin merasakan langsung bagaimana Budaya sebagai Kekuatan Sejarah yang berada di tiap-tiap Desa atau Provinsi di Indonesia. Selain penulis tergerak untuk melihat secara langsung bagaimana Budaya menjadi Kekuatan Sejarah, adalah Etnis dan Ras yang terdapat di Indonesia yang dengan keragamannya menjadi salah satu Kekuatan Sejarah pula (Kuntowijoyo, 2005:136), yang menjadikan Sejarah Indonesia itu sendiri menjadi kaya dan beragam.
Penulis setelah lulus dalam menempuh studi Ilmu Sejarah sangat berharap bisa menjadi seorang peneliti, baik meneliti Sejarah itu sendiri maupun Budaya. Penulis pun selain berharap menjadi seorang Sejarawan, berharap juga bisa menjadi seorang Budayawan. Karna Insyaallah kelak penulis akan mengambil pengutamaan Sejarah Budaya
Rumusan Masalah
Terdapat beberapa masalah yang kemudian bisa disalahartikan akibat ketidakjelasaan dari apa yang dimaksud dari Sejarah itu sendiri dan juga dengan apa yang dimaksud dengan Budaya itu sendiri. Ada semacam paradigma yang muncul tanpa penalaran terlebih dahulu. Semisal paradigma yang muncul adalah seolah-olah Sejarah dengan Budaya itu adalah sesuatu hal yang bertololak belakang. Padahal jika kita perhatikan banyak pula para Sejarawan yang juga adalah seorang Budayawan, atau bahkan sebaliknya. Oleh karna itu penulis akan mencoba menjelaskan terlebih dahulu pengertian Sejarah dan pengertian Budaya. Kemudian penulis akan mencoba menjelaskan bagaimana Budaya mempengaruhi Gerak-Gerak Sejarah yang kemudian menjadikannya sebagai salah satu Kekuatan Sejarah. Dan pula, implikasi dari budaya itu sendiri yang kemudian menciptakan berbagai keragaman khas dari tiap Desa, yaitu Ras dan Etnis. Yang kemudian oleh Prof. Kuntowijoyo dalam bukunya dikategorikan menjadi kekuatan sejarah juga (Kuntowijoyo, 2005:136).
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Dasar-Dasar Ilmu Sejarah. Selain daripada itu juga, penulis berharap makalah ini pun dapat berguna dikemudian kelak, baik untuk penulis secara pribadi atau orang-orang terdekat penulis secara umum.
Keterkaitan Budaya terhadap Sejarah
Sebelum menjelaskan lebih dalam bagaimana peran Budaya terhadap Sejarah dan bagaiman keterkaitan Budaya terhadap Sejarah. Penulis akan mencoba menjelaskan terlebih dahulu pengertian Sejarah dan Budaya itu sendiri. Lalu bagaimana Budaya, Etnis dan Ras menjadi bagian dari Kekuatan Sejarah.
Pengertian Sejarah
Sejarah adalah sebuah Rekonstruksi Masa Lalu (Kuntowijoyo, 2005:17). Prof. Kuntowijoyo menjelaskan bahwa Sejarah adalah bukan membahas masa lalu untuk kepentingan masa lalu itu sendiri. Tapi, menurut Sejarah adalah sebuah peristiwa yang telah lalu yang kemudian direkonstruksi oleh Sejarawan untuk kepentingan masa kini dan masa depan. Sering kita mendengar istilah “We Look back to Go A Head”, seperti itu pula lah yang dimaksudkan oleh Prof. Kuntowijoyo.
Dalam bukunya juga, Prof. Kuntowijoyo menjelaskan bagaimana cara sejarawan bekerja dan harus seperti apa sejarawan merekonstruksikan masa lalu itu sendiri.
Sejarah juga dalam bahasa inggris yaitu history dan dalam bahasa arab syajaratun, yang kemudian diartikan menjadi sebuah peristiwa masa lampau (Gottschalk.2008:33). Dalam salah satu perkuliahan yang dipaparkan oleh Prof. Nina H. Lubis, beliau menyatakan bahwa Sejarah adalah yang terjadi pada masa lalu manusia yang menyiratkan adanya perubahan atau Gerak Sejarah. Prof. Nina H. Lubis juga membagi sejarah dalam 3 bagian, yaitu Sejarah sebagai Ilmu, Sejarah sebagai Peristiwa dan Sejarah sebagai Kisah. Sejarah sebagai Ilmu adalah Sejarah yang dipelajari sesuai kaidah Pendidikan. Sejarah sebagai Peristiwa adalah Sejarah secara objektif, dan Sejarah sebagai Kisah adalah Sejarah secara subjektif. Pengertian bahwa Sejarah dibagi kedalam tiga bagian juga dijelaskan oleh R. Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah (Ali.1963:8).
Prof. Kuntowijoyo juga menyatakan bahwa Sejarah adalah Ilmu tentang sesuatu, terperinci dan satu-satunya (Kuntowijoyo. 2005:16). Istilah yang menyatakan bahwa Sejarah berulang adalah apa yang Prof. Kuntowijoyo maksudkan dengan Ilmu tentang sesuatu, terperinci, dan satu-satunya. Yang berulang itu adalah pola-pola dari peristiwa masa lalu yang serupa dengan peristiwa yang sedang terjadi. Sejarah juga adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan dan Sejarah pula adalah ilmu tentang manusia dan waktu (Kuntowijoyo. 2005:28,12,13).
Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat manusia yang tertata dalam sebuah kelompok masyarakat, yang kemudian dari konsep tersebut diturunkan dari generasi ke generasi. Konsep tentang Budaya pula mencakup kedalam banyak hal yaitu pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, waktu, peranan, ruang, alam semesta, dan materi (Mulyana,Rakhmat.2003:18).
Budaya juga adalah sebuah peradaban yang mengandung pengertian luas yang meliputi pemahaman, perasaan, pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari masyarakat (Taylor.1897,dalam Sulaeman.1995:10).
Jadi, singkatnya adalah menurut pemahaman penulis bahwa Budaya atau Kebudayaan itu adalah sebuah kebiasaan khas dari suatu kelompok masyarakat yang berkembang secara lama yang kemudian menghasilkan sebuah peradaban yang akan menjadi ciri khas dari sekelompok masyarakat tersebut yang kemudian membentuk sebuah Suku, Bangsa, Etnis atau Ras.
Tetapi, dewasa ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan para filsuf kebudayaan perihal istilah “kebudayaan” dan “peradabaan” itu sendiri. Belum adanya kesepakatan defenitif tentang pengertian kedua istilah tersebut dari para filsuf kebudayaan (Kusumohamidjojo.2009:199). Pengertian kebudayaan itu sendiri sudah melebar dari pengertian sebenarnya dan telah mencakup pemahaman yang sudah sangat jauh melampaui konotasi pengerjaan tanah belaka (peradabaan), bahkan telah sampai mencakup kepada perilaku pada eksistensial manusia itu sendiri (Kusumohamidjojo.2009:200).
“Setiap orang terlibat dalam proses kebudayaan dan sampai tingkat tertentu menjadi subjek daripadanya. Sebaliknya tidak semua orang terlibat dalam proses peradaban”(Kusumohamidjojo.2009:200).
Dari kalimat diatas yang dikutip langsung dari buku Filsafat Kebudayaan ; Menuju Realisasi Manusia yang ditulis oleh Budiono Kusumohamidjojo. Bahwa Kusumohamidjojo ingin berkata bahwa peradaban itu cenderung sebuah generalisasi dari apa itu yang disebut dengan kebudayaan. Sebuah peradabaan hanyalah simpulan umum dari kebudayaan suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa. Seperti contoh, kebudayaan Bangsa Babylonia adalah salah satu peradaban dari Peradaban Mesopotamia. Dan Kusumohamidjojo berkesimpulan bahwa kebudayaan itu adalah gaya hidup dari sekelompok masyarakat yang segala perilaku yang dipelajari oleh setiap individu terdapat didalamnya yang diharapkan oleh kelompok tersebut itu sendiri, terlepas kebududayaan itu primitif atau modern (Kusumohamidjojo.2009:201).
Budaya, Etnis dan Ras sebagai Kekuatan sejarah
Dalam salah satu pertemuan kuliah, Prof. Nina H. Lubis menerangkan bahwa Kekuatan Sejarah adalah sesuatu hal atau keadaan yang bisa menimbulkan Gerak Sejarah. Kemudian beliau pun menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Gerak Sejarah tersebut adalah hal/keadaan yang dapat mempengaruhi Sejarah itu sendiri.
Budaya sebagai Kekuatan Sejarah adalah bagaimana Budaya dapat menimbulkan gerak-gerak Sejarah yang mempengaruhi Sejarah itu sendiri. Seperti contoh, Sejarah Indonesia tidak dapat terlepas dari Budaya Belanda yang lama menjajah kita selama beberapa abad. Bangunan-bangunan yang dibuat oleh Kolonial Belanda di kota-kota besar Indonesia (Kuntowijoyo.2005:138) adalah bermaksud bahwa Kolonial Belanda ingin menunjukan bahwa mereka kuat dan berkuasa dan juga sebagai peringatan atau ancaman untuk kita Bangsa Indonesia pada saat itu untuk tidak berani mencoba untuk melawan dan menjatuhkan kekuasaan mereka.
Disana terlihat bahwa Belanda ingin mencoba menanamkan Budaya mereka ditempat dimana mereka menjajah suatu bangsa, mungkin akan ada berbagai komentar pro maupun kontra perihal apa yang dilakukan Belanda pada saat menjajah kita itu. Adalah telah menjadi suatu ciri khas dari sebuah sistem kolonialisasi bahwa doktrinisasi dan intimidasi terhadap yang dijajah memang selalu terjadi, apalagi semboyan Belanda dalam melakukan penjajahan adalah Glory, Gospel dan Golden, yaitu Kemenangan, Penyebaran Agama dan Kekayaan. Ketika pada masa Sekolah Menengah Atas Guru Sejarah penulis pernah menjelaskan bahwa sistem penjajahan Belanda adalah sistem Penjajahan terjijik dibandingkan dengan Inggris dan Prancis. Beliau menjelaskan bahwa Belanda hanya memikirkan keuntungan pribadi tidak seperti Inggris dan Prancis yang peduli akan kecerdasan bangsa yang dijajahnya.
Kemudian bagaimana Etnis dan Ras pun menjadi kekuatan sejarah yang dimana Etnis dan Ras tersebut bisa menimbulkan gerak-gerak yang turut berkontribusi kepada Sejarahnya kelak. Seperti beberapa Suku di Indonesia pada masa penjajahan mencoba memberontak kepada Kolonial, seperti di Tanah Batak pemberontakan yang dipimpin oleh Sisingamangaraja, juga di pemberontakan yang dilakukan di Tanah Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponogoro dan pemberontakan yang dilakukan di Tanah Minang yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Tiap Suku pada saat itu memberontak demi kepentingan Suku mereka bukan demi Indonesia. Karna konsep tentang Kesatuan dan Persatuan Indonesia belum dikenal pada saat itu, sebutan Indonesia pun belum begitu sontar, maka kemudian sebelum kemerdekaan Nusantara adalah sebutan yang merujuk kepada apa yang sekarang disebut Indonesia saat ini.
Dengan keberagaman Suku dan Ras yang ada di Indonesia membuat Indonesia menjadi sangat kaya dalam bidang Kebudayaan. Tapi dari keberagamaan tersebut pula tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya SARA. Tapi kontribusi dan sumbangsih dari setiap Etnis dan Ras yang ada di Indonesia perlu diapresiasi (Kuntowijiyo.2005:137)
Keterkaitan Budaya dengan Sejarah
Dari uraian penjelasan diatas penulis mencoba menyimpulkan bahwa Budaya sangat erat ketertkaitannya dengan Sejarah. Makalah ini pun bukan bertujuan untuk membandingan antara Sejarah dengan Budaya. Tapi mencoba untuk menjelaskan bagaimana antara Sejarah dan Budaya adalah saring beriringan tidak bertolakbelakang atau bahkan saling mencacimaki.
Tidak ada suatu hal pun yang dapat lepas dari yang namanya Sejarah, jika hal tersebut tidak memiliki Sejarah patut dipertanyakanlah eksistensi keberadaan hal tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa Budaya adalah gaya hidup khas dari suatu masyarakat yang berlangsung secara lama dan diturunkan dari generasi ke generasi (Kusumohamidjojo.2009:201), dan Sejarah adalah suatu peristiwa masa lampau yang direkonstruksikan dalam sebuah tulisan atau media lainnya (Kuntowijoyo, 2005:17). Atau juga Sejarah adalah sebuah Peristiwa, Kisah dan Ilmu yang berbicara tentang masa lalu demi kebaikan masa kini atau masa yang akan datang (Ali.1963:8).
Penulis pun berpendapat bahwa dari berbagai definisi perihal Sejarah dan Budaya merujuk kepada suatu kesimpulan bahwa Sejarah dan Budaya itu salaing berkaitan satu sama lain, yang dimaksud berkaitan adalah ketika dimana kita mengkaji perihal Sejarah suatu pedesaan secara tidak langsung para Sejarawan mau tidak mau terjun, masuk dan berkelut kepada Budaya di pedesaan itu sendiri. Sebaliknya ketika seorang Budayawan akan mempelajari Budaya suatu Suku, Bangsa atau Etnis mereka pun pasti akan bergelut dengan Sejarah dari Suku, Bangsa atau Etnis yang akan dipelajarinya itu, jika memang suatu Suku, Bangsa dan Etnis tersebut telah ada Sejarahnya. Jika belum, maka para Budayawan akan menghubungi Sejarawan untuk meneliti Sejarah dari suatu Suku, Bangsa dan Etnis tersebut. Dan pada sisi ini terlihat bagaimana Sejarawan dan Budayawan dapat beriringan.
Cara berfikir sejarah yang plurikausal membuatnya bisa berguna bagi setiap aspek kehidupan dan setiap disiplin ilmu (Kuntowijiyo.2005). Begitu pula dengan Sejarah Penulisan Sejarah (Historiografi) yang sangat kental akan peran Budaya didalamnya. Dalam penulisan Sejarah, para Sejarawan pasti dipengaruhi oleh jiwa zamannya (Zeitgeist). Dimana yang dimaksudkan dalam jiwa zaman tersebut adalah dimana Budaya, perilaku dan kebiasaan yang sedang terjadi pada zaman tersebut melatarbelakangi penulisan sejarahnya. Seperti misal, dimana seorang Sejarawan Yunani dan Sejarawan Persia tidak akan sama dalam menuliskan perihal peperangan antar kedua bangsa tersebut (Kuntowijoyo.2005:35-57).
Maka jelas dari semua runtutan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Budaya sangat berperan terhadap Sejarah dan prosesnya. Sebaliknya, Sejarah pun sangat berperan besar terhadap Budaya sekitar. Walaupun memang diakui Sejarah adalah suatu Disiplin Ilmu yang plurikausal yaitu yang berpikir dengan banyak aspek yang menjadikannya diperlukan oleh setiap Disiplin Ilmu.
Kesimpulan
Merujuk pada penjelasan diatas. Jelas bahwa masih terdapat semacam paradigma awam yang berpendapat bahwa Sejarah itu tidak bisa mengkaji Budaya demikian pun sebaliknya. Paradigma tersebut acap kali menjadi penghalang bagi mereka yang berkutat dalam kedua aspek tersebut. Dimana ketika para Sejarawan mencoba mengkaji dan menjelaskan perihal yang berkaitan dengan kesejarahan dianggap tidak mampu dan akan berunjung pada sebuah kegagalan. Sangat tidak adil. Paradigma tersebut mengikis ruang untuk para Budayawan bekerja dan belajar akan ilmu yang mereka miliki.
Maka tergerak akan paradigma tersebut penulis terasa tertantang untuk mengkaji Budaya selain memfokuskan diri terhadap Sejarah itu sendiri. Pun, dengan latarbelakang keluarga yang mendukung penulis untuk bergelut dengan Sejarah dan juga latar belakang keluarga dengan Budaya yang berbeda menjadi semangat tersendiri bagi penulis. Dari perbedaan latarbelakang keluarga tersebutlah penulis dirasa patut dan harus mengkaji Budaya keluarga, guna mengetahui latarbelakang keluarga yang berbeda Budaya tersebut yang bisa bersatu dan bertahan lama hingga saat ini.
Keluarga ayah yang berasal dari Tanah Minang dari suku Pariaman dan Keluarga Ibu yang berasal dari Tanah Pasundan. Budaya Pariaman dan Sunda yang sangat jauh berbeda, mulai dari cara bertuturkata, intonasi dalam bertuturkata, cara pandang berfikir menjadikan penulis tak habis fikir dan takjub akan kekayaan Budaya yang dimilik Indonesia.
Kelak ketika penulis telah lulus dan selesai dalam menempuh studi Ilmu Sejarah. Terlebih dahulu penulis akan mempelajari kedua Budaya yang melatarbalkangi keluarga penulis, mempelajari sejarah kebudayaan dari keluarga untuk lebih meyakinkan penulis pada apa yang akan penulis perbuat kelak sebagai Sejarawan bahkan sebagai Budayawan.
Kajian perihal Sejarah Kebudayaan pun masih sangat jarang dikaji para Sejarawan. Untuk saat ini para Sejarawan lebih berminat mengkaji Politik ketimbang Budaya yang dianggap kompleks. Dengan mengkaji Budaya para Sejarawan dianggap akan memberi kontribusi bagi kebaikan bangsa dan kepentingan negara Indonesia untuk kedepannya (Kuntowijoyo.2003:133).
Perkembangan budaya di Dunia pun telah maju dengan pesat seiring dengan kemajuan teknologi itu sendiri. Jika zaman dulu di Indonesia pernikahan antarsuku/antarbudaya masih dianggap tabu. Berbeda dengan sekarang, pernikahan antarsuku/antarbudaya telah menjadi lumrah, bahkan pernikahan antarbangsa/antarbudaya yang berbeda negara pun telah menjadi hal yang biasa dan lumrah (Mulyana,Rakhmat.2003:239).
Terlihat jelas bahwa bukan suatu hal mustahil antara Sejarah dan Budaya untuk saling beriringan dalam bekerja, dan juga bagaimana besarnya kontribusi Budaya terhadap Sejarah itu sendiri. Paradigma awam yang muncul perihal antara Sejarah dan Budaya adalah sebuah paradigma prematur yang tanpa pengolahan nalar terlebih dahulu.
Komentar
Posting Komentar